Friday, June 7, 2024

Aku, Kamu, dan Stasiun Pemberhentian Terakhir




Wajah Jakarta yang seolah dipenuhi oleh orang-orang yang nampak tergesa dapat dilihat di stasiun dan gerbong-gerbong keretanya. Ada wajah yang nampak lelah, wajah yang menunjukkan di kepalanya dipenuhi banyak kerumitan hidup, wajah cemas akankah ia bisa mengejar waktu agar dapat tiba tepat waktu, dan juga wajah penuh rindu.

Untuk yang terakhir, kupastikan itu wajahku. Momen di stasiun sepulang kerja adalah momen yang paling kutunggu. Iya, karena ada kamu di sana. Sejak pertama kali kita bertemu, kamu selalu berangkat dengan jdawal krl dan berdiri menunggu kereta datang. Perkenalan yang canggung saat itu. Tapi semua memang berawal dalam kecanggungan bukan? 

Dimulai dari pinjam powerbank, ngobrol, bertukar nomor, hingga bertukar playlist Spotify. Anehnya, di setiap hari kita bertemu, topik pembicaraan apapun akan menjadi menarik. Hingga, aku merasa riuhnya stasiun saat itu tak terdengar. Serasa hanya ada kita berdua saat itu. Waktu perjalanan ke stasiun terakhir tujuan kita turun merupakan waktu paling indah paling tidak bagiku.

Sehari, seminggu, hingga berbulan bulan kemudian. Senin hingga jumat kita akan bertemu di stasiun. Sabtu dan Minggu kamu menjemputku di rumah untuk lari di GBK atau hanya menghabiskan waktu di cafe. Dan betul, Radit, laki-laki yang kutemui di stasiun kala itu, berhasil membuatku jatuh hati padanya. Yang membahagiakan, perasaanku tak bertepuk sebelah tangan.

Aku dibawanya bertemu keluarga besarnya, begitupun Radit keperkenalkan ke keluargaku. Restu pun dengan mudahnya kami genggam. Meskipun aku merasa too good to be true, tapi aku sangat bersyukur hubungan kami nampak dipermudah. Tapi sungguh aku risau, karena aku merasa hubungan kami seakan begitu lancar tanpa aral.

Ketakutanku seakan terjawab dua minggu sebelum hari pernikahan kami. Radit kecelakaan saat mengendari motor gedenya. Saat mendengar kabar itu dari Bundanya Radit, aku mematung cukup lama. Aku masih mencerna semua informasi yang aku terima baru saja. Sebelum akhirnya aku bergegas menuju RS Siloam. Papa Mama turut menemaniku, karena menurut mereka aku terlalu labil kalau ke sana sendirian. Dan betul saja, sepanjang jalan aku hanya dapat menangis di pelukan mama.

Menunggu Radit ditangani di kamar operasi sepertinya waktu berjalan sangat lambat. Setelah kurang lebih satu jam, dokter nampak keluar dari ruang operasi menemui orang tua Radit. Samar kudengar dokter telah melakukan segala upaya terbaik, tapi... Tiba tiba pandanganku gelap saat mendengar penjelasan dokter. 

---
Aku kembali ke stasiun tempat kami bertemu. Kali ini aku sendiri. Hanya berdiam mematung. Di antara lalu lalang orang. Dan air mataku terus mengalir setiap aku melangkahkan kaki ke stasiun ini. Aku merasa kosong. 
--- 
Breaking News
Seorang wanita berusia sekitar 25 tahun berusaha melakukan bunuh diri dengan loncat ke jalur kereta. Tubuh wanita muda itu terseret beberapa meter. Nyawanya tidak dapat terselamatkan. Jenazahnya dibawa ke rumah sakit Siloam.

0 comments:

Post a Comment