Friday, December 31, 2021

Menutup 2021 di Titik Terendah, Aku Ingin Mati Saja Rasanya

Entah, harusnya aku menulis ini atau tidak... 
Mungkin harusnya tidak, tapi aku sepertinya sudah setengah tidak waras. Entah tulisan ini ujungnya di mana, tapi aku merasa berada di ruang yang begitu sesak. Sampai rasanya saat menarik satu nafas saja begitu menyakitkan.

Kesombonganku yang menjatuhkanku lagi ke titik yang sama. Aku pikir, semua yang kulakukan akan membawaku ke tempat yang jauh lebih baik. Lebih dekat ke impian. Tapi ternyata tidak. Lagi dan lagi seperti ada yang menarikku kembali ke titik awal yang membuatku muak, mual, dan mengumpati kebodohan diri.

Mereka yang ada di sekelilingku, pasti tahu bagaimana aku berjuang untuk memperbaiki hidup, sendiri. Tanpa pegangan, tanpa sandaran. Bagaimana kerasnya aku membuat diri aku bekerja dari pagi hingga pagi. Untuk sedikit saja mendekat ke impian yang kukejar. 

Tapi dengan satu kelengahan, semuanya hancur jadi abu. Sampai saya sendiri terus bertanya "kok bisa?" Aku terus merutuki kenapa tidak belajar dari pengalaman hidupmu sendiri neng. Kenapa... Kenapa lagi lagi harus mengecewakan banyak orang.

Dan bodohnya, semua seperti dibalikkan ke kejadian beberapa tahun lalu. Aku seperti dibawa ke slide slide masa lalu dan diminta membandingkannya.

Lelah sekali rasanya. 
Jatuh terjerembab, mencoba bangkit, jalan lagi, mencoba lari dan terbang tinggi. Tapi lagi lagi jatuh terjerembab lebih dalam.
Lelah sekali. Sampai akhirnya ada di titik berkali kali ingin mengakhiri hidup ini. 
Lelah rasanya hidup tak tentu arah seperti ini.
Duduk di ruangan kosong, gelap. Tapi menangis pun harus ditahan, sesak sekali rasanya dada ini. 

Berasa gelap semua di depan mata. Aku hilang arah. Bahkan berpikir jernih sedikit saja rasanya berat sekali. 

Kalau saja jawaban dari semua hal buruk yang menimpaku karena memang hidupku adalah sebuah kesalahan, maka aku gpp kalau harus mati asal bisa menebus semuanya. 

Aku lelah
Sangat lelah
3 tahun terakhir aku mencoba terus bangkit. Menata hidup lagi. Tapi sepertinya kali ini aku harus menyerah. Aku sepertinya tidak sanggup melanjutkannya. 
Tidak ingin menyalahkan siapapun di sini. Akupun lelah menyalahkan orang orang lain yang mungkin kurasa membuatku ada di keadaan terburuk ini. Mungkin ini hanya nasib burukku saja.
Aku mohon maaf karena banyak menyusahkan orang yang bersinggungan dalam hidupku selama ini.
Mohon maaf dengan sangat.

Im done.
I really really tired with this sucking life




Continue reading Menutup 2021 di Titik Terendah, Aku Ingin Mati Saja Rasanya

Friday, November 26, 2021

Wake Up Call. Dan Ceritapun Berlanjut

Heum...
Bulan November seharusnya adalah bulan yang paling membuat saya bahagia. Tapi kali ini, saya mendapat banyak pengalaman dan pelajaran hidup. Yang saya sebut wake up call.

Benar kata orang bijak, lari dari masalah, skip suatu hal yang menyakitimu, menganggapnya sudah tidak ada, itu tidak lantas membuat masalah atau apapun yang mengganggumu itu hilang dan selesai. Dia hanya tersisih sejenak, bersembunyi di kegelapan, untuk suatu saat muncul kembali. Dan menghantammu mungkin dengan lebih keras.

Thats my condition right now. Secara mental, pikiran, kemudian berimbas ke fisik, dan tentu saja berdampak juga secara finansial. 

Apa yang saya pikir sudah saya lepaskan, ternyata masih belum selesai. Ketakutan untuk berkomitmen dan memulai hubungan itu terus berlanjut bahkan sampai saat ini. Saya pikir trauma atau luka batin itu sudah hilang. Ternyata belum. Dan pada akhirnya kembali menghantam saya.

Overthinking tentang banyak hal.
Apakah saya sudah cukup baik untuknya? 
Apakah saya bisa diterima?
Apakah saya bisa membersamai langkahnya?
Apakah dia mau menerima kekurangan saya?
Apakah dia bisa menerima semua cerita dan sejarah keluarga saya?
Apakah dia bisa menyayangi keluarga saya?
Apakah dia tidak akan meninggalkan saya?

Dan banyak kekalutan lain, dan percayalah jauh lebih menakutkan dari sejak awal perpisahan dulu.

Terlebih, saya masuk di rentang usia yang sudah berpikir ingin sesuatu yang stabil dan nyaman. Entah itu dalam hubungan atau standar kehidupan. 

Karena tersadar pada usia yang sudah harusnya matang dari segi apapun. Dan tersadar ada luka yang ternyata belum sembuh dan berdampak ke semuanya. Ini jadi semacam wakeup call buat saya.

Sebuah hantaman yang membuat saya tersadar banyak hal. Dan pada akhirnya memutuskan banyak hal pula. 

Salah satunya, dan mungkin ga penting bagi orang lain, tapi mungkin bisa berarti bagi proses true healing saya, adalah mengubah nick name. Neng Nunung itu nama yang saya sematkan karena panggilan di masa lalu. Terus berubah jadi apa? Nunna, kependekan dari nama asli saya, Nunung Nurna. 

Ada yang lain? InsyaAllah ada. Banyak hal yang saya lakukan untuk lebih mengakselerasi hidup saya ke arah yang tepat. Kalau kata salah satu orang baik dalam hidup saya, saya tuh kebanyakan pot. Dan ya, pada akhirnya saya akui itu. And this time to be spesialized and focused. 

Akan kembali ke fitrah sebagai penulis dan tukang cerita. Kalau bahasa saya kemarin saya mau dikenal sebagai Cuan Storyteller. Tentunya kisah saya sebagai pemburu cuan. Sudah itu saja, cukup. Selebihnya? Saya mau  bekerja secukupnya, ibadah sebanyaknya, menikmati hidup seterusnya.

Tulisan ini juga sebagai penanda, kalau blog ini akan berubah nama domain. Mungkin nickname di platform lain akan ikut menyusul berubah. Sambil saya terus menjalankan misi self true healing. 

Saya bersyukur mendapat wake up call di saat yang tepat, mungkin terlambat bagi banyak orang. Saatnya menuntaskan semuanya, ga akan lari lagi dari apapun yang melukai dan menyakitkan di masa lalu, sekarang, dan akan datang. Saya siap dan ikhlas menerima semua skenario terbaik dari Allah SWT. 

Love,
Nunna.

Continue reading Wake Up Call. Dan Ceritapun Berlanjut

Wednesday, November 3, 2021

Ali & Ratu Ratu Queens : One Way Ticket untuk Mencari Kebahagiaan

 


Anyeonghaseyoooo yorobuuuunnn
Kangeeen ga sih sama neng, ih neng mah kangen bangeettt. Ga tahu kenapa susaaaaah banget buat rajin nulis. Jangan ditiru yak. Okey kali ini neng kembali dengan sebuah ulasan. Ciyee ulasan hehehe... 

Jadi beberapa waktu lalu, di explore Instagram, timeline berita, atau fyp Tiktok, banyak banget seliweran berita tentang film baru. Ali & Ratu Ratu Queens judulnya. Awalnya pas baca judulnya doang langsung mikir, ini film apaan sih, latarnya New York pula. Ah paling cuma jadi tempelan doang. Terus pas tahu filmnya viral, mikir awalnya ah paling karena ada Iqbal Ramadhan. Pokoknya pikirannya negatif mulu dah. 

Nah, daripada neng sibuk menerka nerka dan berasumsi akhirnya dah lah ya mari kita nonton saja. 

Film Ali & Ratu Ratu Queens bermula dari kisah seorang ibu muda yang ingin mengejar mimpinya untuk berkarir di New York sebagai musisi & penyanyi. Ibu muda bernama Mia ini diperankan oleh Marissa Anita. Mia memiliki seorang anak laki-laki bernama Ali yang diperankan oleh Iqbal Ramadhan. Saat Ali masih kecil, Mia memutuskan untuk mewujudkan impiannya untuk meniti karir di New York. Suami Mia yang diperankan oleh Ibnu Jamil awalnya mengizinkan Mia pergi. Namun, seiring waktu, ia ingin Mia segera pulang ke Indonesia. Tapi Mia berkeras hati ingin tetap di New York sampai ia sukses. Hingga akhirnya mereka berpisah.

Hingga, saat Ali telah dewasa, dan ayahnya meninggal. Ali baru tahu ternyata selama ini ibunya tidak mengabaikan dan meninggalkannya begitu saja. Banyak surat dari ibunya yang tidak dibalas, termasuk tiket ke New York untuk Ali dan ayahnya. Sejak saat itu, Ali bertekad untuk pergi ke New York dan mencari keberadaan ibunya. Awalnya rencana ALi ini ditentang oleh keluarga besar ayahnya. Tapi Ali berhasil meyakinkan keluarganya terutama budenya untuk mendapatkan surat izin untuk berangkat ke New York. 

Dan petualanngan sesungguhnya pun dimulai.

Film yang juga diramaikan oleh akting ciamik Nirina Zubir, Happy Salma, Tika Panggabean, Cut Mini, Asri Welas dan lain lain ini menawarkan visual film yang berbeda menurut saya. Tidak hanya menyuguhkan cerita dengan latar negara berbeda, dalam hal ini New York Amerika. Film ini menyuguhkan budaya masyarakat urban dan para kehidupan para imigran di New York. 

Ali yang pada akhirnya tinggal di apartement bersama dengan orang orang Indonesia yang bekerja di New York. Perempuan perempuan hebat itu memiliki cerita masing masing sehingga akhirnya berjuang dan hidup di New York. Ada yang bekerja sebagai pembersih rumah, tukang pijit, dan pekerjaan serabutan lainnya. Tapi mereka pun bertahan di New York untuk mewujudkan impian mereka. 

Ini seperti khas dari kota metropolitan di negara manapun. Di Indonesia, sebut saja kota kota besar seperti Jakarta atau Surabaya yang sepertinya memiliki magnet sehingga banyak pendatang dari daerah di luar Jakarta beranggapan impiannya akan terwujud di sana.

 Apakah itu memang benar? Ya mungkin saja, tapi semua kembali pada usaha masing masing. Seberapa gigih mereka membangun bata bata impian mereka. 

Kembali ke film Ali and The Queens, Awalnya saya merasa ah ini mungkin hanya film yang menawarkan gemerlap kisah di New York atau ini hanya film cerita tentang relasi ibu dan anak yang unik antara Ali dan Mia. 

Tapi saya salah, film ini ternyata lebih jauh dari itu. Saya melihat bagaimana akhirnya Ali dapat dewasa menentukan jalan hidupnya, bagaimana ia menjadi dewasa dengan menerima ibunya yang telah memiliki kehidupan baru di New York. Saya melihat pergolakan emosi yang luar biasa sebagai seorang Ibu yang harus dihadapkan pilihan anak dari kehidupannya di masa lalu atau keluarga barunya.

Saya juga melihat bahwa setiap orang dengan latar belakang apapun berhak untuk bahagia dan mewujudkan impiannya. Dan semua itu dibayar dengan kerja keras dan ketekunan. 

Buat kamu yang pengen lihat film yang memiliki cerita yang fresh dan menawarkan value yang berbeda, sepertinya Ali and The Queens ini tontonan yang tepat. Akting setiap aktornya juga keren, bahkan Iqbal juga memerankan tokoh Ali yang agak canggung dan cool. 

Untuk film yang terfokus pada relasi Ibu dan Anak, film ini oke ga ada masalah. Untuk film yang menawarkan pluralitas, kehidupan urban di New York yang lengkap dengan culture, fashion, habit, dll film ini juga menurut saya keren banget. 

Coba nonton deh dan tinggalkan komentar tentang pendapatmu yaaah

Love 

Neng Nunung


Continue reading Ali & Ratu Ratu Queens : One Way Ticket untuk Mencari Kebahagiaan

Tuesday, June 1, 2021

3 Tahun Tanpa Papa adalah 3 Tahun Terkelam

Bismillahirrahmanirrahim

3 tahun yang lalu, lepas subuh, neng, mama, adek, rino, anter papa pulang dari rumah sakit ke rumah. Dalam keheningan Ramadhan saat itu. 

Waktu menjelang sahur di rumah sakit, dan tahu papa sudah pergi neng cuma diem. Shock. Ga percaya. Di rumah sakit kala itu, setetes air matapun ga keluar dari mata neng. Karena neng ga pernah menyangka akan kehilangan papa begitu cepat. Satu satunya lelaki yang tulus menyayangi neng dengan semua keburukan, kelemahan, dan kekurangan neng. 

Sampai berbondong bondong orang datang ke rumah pun, melihat begitu banyaknya orang yang mengantar kepergian papa, kesadaran neng belum penuh. Sampai sinyal bumi memantik kesadaran neng, saat melihat papa dibaringkan dengan kain kafan dan ditutup kain batik. Neng baru sadar, neng sudah kehilangan papa selamanya.

Di titik itu neng hancur lagi, bertahun tahun neng hanya fokus pada diri sendiri. Kemudian fokus pada sakit hati dan hancurnya mental neng karena perpisahan waktu itu. Sampai akhirnya saat itu neng sadar, selama ini neng selalu hanya nenikirkan diri sendiri. Semua orang hanya memikirkan neng, termasuk papa dan mama. Bagaimana neng bisa bangkit dari keterpurukan saat itu.

Setelah bangkit, neng pikir masih punya banyak waktu untuk membahagiakan mereka. Membangun kembali bata impian neng. Dan membuat papa mama bangga memiliki neng sebagai putri sulungnya.

Tapi saat itu, semuanya runtuh. Lagi lagi saya hancur dan terpuruk. Neng masuk rumah sakit sesaat setelah papa dimakamkan. Drop. Bahkan, saat di rumah sakit, entah berapa kali neng berpikir untuk mengakhiri hidup. Satu cerita yang bahkan neng ga pernah utarakan ke siapapun. Saat itu neng sudah di titik menyerah, marah, namun di saat yang sama sudah tidak punya daya untuk melanjutkan hidup.

Neng marah sama Allah SWT kenapa sampai harus mengambil semua orang yang neng sayang. Kehilangan suami dan sekarang kehilangan papa. Saat itu neng berpikir, kalau memang Allah SWT segitu bencinya dan murkanya sama neng, kenapa ga sekalian matiin aja neng. 

Padahal sesaat sebelum papa pergi, neng yang masuk rumah sakit, neng yang dioperasi, papa yang menguatkan neng saat itu. Papa dan mama orang pertama yang neng lihat saat kesadaran neng pulih pasca operasi. Dan kali itu lagi lagi neng masih bikin papa menangis. 

Ah masa masa itu, sepeninggal papa, adalah masa masa terkelam dalam hidup neng. Neng begitu marahnya dengan keadaan, sampai secara ga sadar neng menghancurkan diri sendiri dengan masuk ke dunia yang... ah neng bahkan tak tahu mendeskripsikannya seperti apa.

Butuh waktu lama untuk membuat neng tersadar, dan kembali menata diri. Mengejar ketertinggalan di hidup neng, yang selepas papa pergi makin oleng. Dari segala aspek. Ibarat keluarga kami kehilangan nahkodanya, kemudian terhantam badai jadi kami terombang ambing tak jelas arah. 

Bahkan sampai detik ini, semua sudah tidak sama lagi tanpa papa. Dalam waktu tiga tahun dari papa pergi, hidup neng berubah 180°. Bahkan sekarang, kamu harus kehilangan rumah rumah peninggalan papa. Neng baru sadar semua apa yang papa katakan, dan memahaminya sekarang. 

Gak, neng menuliskan ini semua tidak untuk menyebarkan aib keluarga. Atau menjual kisah sedih. Tapi, andai saja waktu bisa diputar ulang pa. Andai saja. Neng akan mengiyakan semua permintaan papa. Neng akan nurut semua apa yang papa minta. Karena pedihnya kehilangan papa bukanlah yang paling menyakitkan buat neng, tapi sadar bahwa selama neng hidup menjadi manusia dewasa neng terlalu pongah untuk memilih jalan hidup yang menurut neng benar. Tanpa sedikitpun menuruti permintaan papa saat itu. Memilih kuliah, memilih jodoh, memilih pekerjaan. Andai saja semua masih bisa diulangi Pa, neng mau mempercepat kedunguan neng dan segera sadar untuk memakai sedikit waktu yang neng punya untuk membahagiakan papa dan mama. 

Tapi, ga gitu kan pa caranya. Neng harus kehilangan papa untuk sadar. 

Kalau papa di sana melihat neng saat ini menulis ini semua dengan berderai air mata, neng cuma mau bilang "Neng gak apa apa pa, neng baik baik saja. Neng bisa tekan semua ego dan harga diri neng, dan memulai lagi dari titik minus. Karena neng anak papa Saerani Nyoman Wastrani. Seorang pelaut abk kapal, yang tangguh, hebat, pinter masak, punya prinsip hidup yang luar biasa, menempatkan kepentingan kami anak anaknya di atas kepentingannya. Papa tenang di sana pa, neng ga akan berbuat hal bodoh lagi dalam hidup. Neng akan memperbaiki semuanya, insyaAllah"

3 tahun tanpa papa, adalah 3 tahun terkelam dalam hidup neng. Tapi insyaAllah neng sudah bangkit lagi pa. Untuk mama. Untuk adek. Untuk hidup neng.

Al Fatihah. 
Continue reading 3 Tahun Tanpa Papa adalah 3 Tahun Terkelam

Saturday, January 16, 2021

, ,

Inggit di Pusaran Cinta dan Bakti Pada Orang tua


Annyeonghaseyoo yorobuun
Hai hai hai Good People

Kalo baca judulnya pasti udah pada ngeh kan neng mau review apa? Hehehe, yap My Lecturer My Husband. 

Disclaimer dulu boleh ya, jadiii jujur My Lecturer My Husband (MLMH) adalah serial Indonesia pertama yang saya lihat. Setelah selama ini dijejali oleh serial dari Korea, Cina, Jepang, dan akhirnya tergelitik nonton juga. Meskipun terlambat, baru nonton setelah episode ketiga tayang. Itu juga karena viral konten Prilly di Tiktok. Jadi di awal maraton dulu nontonnya. And yes, MLMH juga jdi mini series pertama di 2021 yang membuat saya turun gunung jadi penonton ongoing. 

Okey lanjut yak. 

MLMH sendiri menurut saya drama cinta dan kehidupan yang rumit tapi ditampilkan seringan mungkin. Bagaimana tidak rumit, jika kehidupan mahasiswi cantik yang baik baik saja dan bahagia dengan circle pertemanan, perkuliahan, serta keluarga berubah menjadi penuh kepelikan. 

Betul mahasiswi cantik itu Inggit, yang diperankan sangat menarik oleh Prilly Latuconsina. Inggit juga memiliki pacar mahasiswa Kedokteran, Tristan yang diperankan Kevin Ardilova. Sepasang lovebird ini digambarkan pasangan yang bucin tapi masih khas anak muda yang mungkin masih memegang egonya masing masing. 

Di awal serial ini masih seputar kehidupan pertemanan, perkuliahan, dan percintaan Inggit di Jakarta. Namun konflik baru muncul ketika Inggit harus pulang ke Yogya karena sang Ayah kesehatannya memburuk dan kritis. Di saat itulah, Ayah Inggit meminta Inggit mengenalkan laki laki yang dekat dengannya. Beliau ingin melihat Inggit menikah sebelum meninggal.

Seperti yang neng bilang sebelumnya, karena Inggit dan Tristan masih sama sama muda, jadi egonya masih tinggi. Hal ini terlihat ketika Inggit meminta Tristan ke Yogya menemui Ayahnya. Tapi ditolak Tristan dengan alasan dia harus fokus ke impiannya, pendidikannya. Melihat Inggit tak juga mendatangkan Tristan, Ayah Inggit menawarkan untuk mengenalkan pada Inggit calon suami pilihan Ayahnya. Dengan berat hati, Inggit menerimanya. Dan, di saat pertemuan Inggit luar biasa terkejut karena calon suami pilihan Ayahnya adalah Pak Arya, dosen terkiller di kampusnya yang paling ia benci.
Apakah Inggit bersedia menikahi Pak Arya meskipun ia sangat mencintai Tristan? Jawabannya Iya. Demi kebahagiaan orang tuanya. Tentunya dengan beberapa perjanjian di awal. 

Apakah konflik ini selesai? Tentu tidak. Bagaimana pernikahan yang tidak didasari cinta dan penuh kerahasiaan bisa berjalan tanpa konflik.

Yang menarik dari MLMH ini ada banyak sekali pesan yang tersirat selama 8 episode penayangannya. Tidak seringan cerita cinta menyek menyek. Misal tentang peranan perempuan yang tidak bisa berdiri sendiri, karena dia adalah anak dari orang tuanya, istri dari suaminya, dan ibu dari anaknya. Sehingga setiap apapun keputusan yang diambil tidak bisa gegabah. 

Selain itu juga ada pesan tentang menemukan apa yang sesungguhnya kita inginkan. Karena peran peran yang neng sebutkan di atas, terkadang sebagai individu kita perlu ditanya berkali kali atau bertanya pada diri sendiri "apakah ini yang kamu inginkan?" "Apakah ini yang membuatmu bahagia"

Mas Arya yang diperankan Reza Rahadian sudah menggenggam janji pada ayah Inggit untuk menempatkan kebahagiaan Inggit di atas kebahagiaanya. Di beberapa scene kita diperlihatkan bagaimana mas Arya menanyakan pada Inggit "maunya apa". Meskipun kadang kala sambil bertengkar. Tapi, di kehidupan rumah tangga atau keseharian, penting untuk kita untuk saling berkomunikasi untuk mencari tahu apa sesungguhnya yang kita inginkan.

MLMH ini kalo menurut saya beneran dalam sih. Saya seringkali menemukan jleb moment. Bukan semata mata karena terbius kegantengan Reza Rahadian yah. Penulis cerita menghadirkan kisah yang relatable dengan banyak orang dan kemudian dibungkus dengan sinematografi yang cakep dari Monty Tiwa. 

Kangen deh masa masa sinetron Indonesia masih tayang seminggu sekali. Kalau aja semua sinetron Indonesia dikonsep seperti Drama Korea yang episodenya pendek tapi cerita yang digarap lebih variatif. Semoga sih makin banyak yang macam My Lecturer My Husband gini.

Oh ya, mau tahu ending My Lecturer My Husband gimana serunya? Masih bisa ditonton di We TV atau Iflix. Enjoy watching.

Continue reading Inggit di Pusaran Cinta dan Bakti Pada Orang tua

Wednesday, January 13, 2021

, ,

The Swordsman, Mata dan Pedang Sang Putri


Annyeong yorobuunn
Haaai Good People...

Apa kabar, hari ini tanggal 13 Januari 2021. Mungkin bisa jadi salah satu hari bersejarah bangsa ini ya. Setelah 2 hari kembali diperketat pembatasan sosialnya, hari ini presiden Jokowi akan menjadi orang pertama yang menerima vaksin covid.

Semoga kita semua selalu sehat yaah. 

Okey back to the topic. Neng kali akan membahas tentang salah satu film Korea yang neng tunggu tunggu. The Swordsman. Kenapa neng antusias? No, bukan semata karena ada Joe Taslim. But of course i also proud of him. Salah satu aktor terbaik Indonesia ambil peran sentral di perfilman Korea. 

Tapiiii eh tapiii, karena pesona Jang Hyuk yang membuat neng ga sabar buat nonton. Jang Hyuk ini salah satu aktor Korea yang kalo disuruh main drama jago, action jago, psycho juga dia hajar. Drama Korea doi terakhir yang neng lihat dan membuktikan aktingnya ciamik Tell Me What You Saw. Nanti beberapa scene di The Swordsman akan mengingatkan pada scene di TMWYS. 

Okay back to The Swordsman. The Swordsman ini berlatar Korea era Joseon. Di masa itu, terdapat chaos saat perpindahan antara dinasti Ming dan Qing. Di detik detik lengsernya Raja Gwanghaegun yang diperankan oleh Jang Hyu Sung, ada salah seorang prajurit istana yang melindunginya. Tae Yul, yang diperankan sangat kece oleh Jang Hyuk di saat duel terakhirnya sebelum meninggalkan istana ia harus merelakan matanya terluka akibat serpihan pedang.

Tae Yul mengasingkan diri ke gunung bersama anaknya, Tae Ok yang diperankan oleh Kim Hyun Soo. Hingga si anak ini remaja, ia jarang sekali turun dari gunung dan ke kota. Hingga suatu hari Tae Ok memaksa ayahnya turun gunung untuk membeli herba demi mengobati mata ayahnya yang nyaris buta.

Perjalanannya ke kota ini lah yang membawa takdir Tae Ok terbuka. Termasuk siapa ayahnya, Tae Yul. Yang ternyata adalah salah satu pendekar pedang terbaik di era Joseon. Di saat itulah, Tae Yul sekali lagi harus menghunus pedangnya yang bermata dua demi menyelamatan putrinya dari sekapan pimpinan dinasti Qing, Gurutai, yang diperankan oleh Joe Taslim.
Apa sih yang menarik dari film ini? 

Pemilihan Jang Hyuk sebagai aktor yang memiliki karakter kuat sebagai pemeran Tae Yul yang setengah buta ini salah satu yang menarik. Karena entah kenapa menurut saya, Jang Hyuk selalu berhasil memerankan sebagai seseorang yang kehilangan penglihatannya. Seperti di drama Korea Tell Me What You Saw. Matanya itu bisa kosong tapi seolah menyampaikan pesan "Hei aku bisa melihatmu".

Selain itu, seperti di awal neng bilang Jang Hyuk ini jago di segala peran. Dengan ekspresi wajahnya yang dingin pun, untuk peran drama dia bisa menciptakan adegan yang menggelitik mata untuk berair. 

Termasuk di film ini. Tanpa terlalu mengumbar dia menyayangi anaknya, tapi sepanjang film kita akan dibawa mengerti that she love her daughter so much, more than himself. Kamu bisa tahu alasannya di akhir film hahahah.

Oke selain itu yang menarik, tentu saja keberadaan Joe Taslim. Aktor Indonesia pertama yang terlibat dalam film Korea dan mendapatkan porsi main cast. Apalagi film The Swordsman ini dibintangi oleh aktor aktor papan atas Korea. Nah di film ini Joe Taslim bertutur dengan bahasa Korea. Wajah oriental Joe Taslim tuh kaya udah ngelebur ama oppa dan ahjussi di sana 🤣


Yang membuat saya kagum itu, detail detail simbol yang ditautkan dalam film ini tuh bisa menggantikan puluhan dialog untuk menjelaskan cerita. Paling ga ini cocoklogi ala neng nunung yah, jangan pada protes wkwkwk.

Pedang bercabang dengan dua mata milik Tae Yul ini menyimbolkan banyak tanda. Pedang ini diberikan padanya oleh raja Gwanghaegun melalui Min Seung-ho yang diperankan oleh Jung Man Sik. Siapa nyana Tae Yul dulunya adalah komplotan dari dinasti Qing yang membelot dan diselamatkan oleh raja Gwanghaegun. Naaah sejarah inilah yang kemudian menjadi benang merah dari cerita ini.

Selain itu pita rambut Tae Ok juga kemudian menjadi simbol siapa dia sebenarnya. 

Hal lainnya, bagaimana bisa pendekar sehebat Gurutai yang terkenal kekejiannya, bisa kalah oleh pedang bercabang Tae Yul. Apa pasal? Karena Tae Yul menghancurkan mentalnya terlebih dahulu. Tae Yul menyerang dan membunuh orang yang dicintai Gurutai. 

Dari awal hingga akhir neng dibuat ga bisa nafas tenang. Karena ada ketegangan demi ketegangan. Banyak pertanyaan yang baru muncul jawabannya di akhir. Dijamin ga bakal bisa skip skip untuk hal lain kalo lihat The Swordsman. 

Oh ya, neng nontonnya di Viu yah. 
Coba deh nonton nanti kita ngobrol kuy. Happy watching 💓

Title : The Swordsman
Genre : Action, Drama, Joseon era
Rating by Me :🌕🌕🌕🌕🌗
Continue reading The Swordsman, Mata dan Pedang Sang Putri