Sunday, May 5, 2024

Ini Tentang Kopi dan kamu


Kata orang cinta bisa mengubah seseorang. Entah menjadi lebih baik, atau jadi pribadi yang menyebalkan. Bagaimana tidak, jatuh cinta dapat mengubah seseorang yang dulunya bermusuhan dengan kopi karena lambungnya sering berontak menjadi peminum kopi. Meskipun belum menenggak kopi ala bapak bapak yang pahitnya sepahit kenangan mantan. Orang bodoh itu aku, dan jatuh cinta padamu membuatku berubah.


Si perempuan mandiri ini menjadi lebih manja dan tergantung padamu. Bercakap denganmu sembari menyesap secangkir kopi seakan menghentikan rotasi bumi. Dan semua terpusat padamu. Cerita hari-harimu, pikiran liarmu saat menilai politisi, kepongahan anak mudamu yang meledak ledak, dan banyak hal lain. Yang jujur semua itu di luar duniaku. Mengertikah aku apa yang kamu bicarakan? Percayalah aku berusaha keras untuk itu. Aku lebih sering terbuai dan tenggelam di pandangan matamu.


Setiap kali kita bertemu, kupilih kopi yang sama. Kopi Gula Aren. Aku tak ingin lagi berspekulasi dengan rasa kopi lain. Karena aku yakin, saat bersamamu, semua spekulasiku dalam hidup akan gugur. Dan yang ada hanya kamu. Kamu dan kopi adalah warna baru dalam hidupku. Sayangnya terlalu candu keduanya, hingga aku takut semua ini berakhir saat kopi di cangkir itu habis disesap. Bahkan sebelum di ujung perbincangan.

Jika itu terjadi, akankah kopi itu masih nyaman kusesap? 

Continue reading Ini Tentang Kopi dan kamu

Friday, May 3, 2024

Rindu yang Tak Tertuntaskan


Kata orang, pertemuan setelah memendam rindu panjang adalah sebuah hal yang percuma. Hanya membuat rindu semakin dalam saat kembali berpisah. Itulah yang dirasakan setiap perantau di kala musim mudik. Mungkin terlalu pongah kalau menggunakan kata setiap perantau yah. Ya, paling tidak bagiku sebagai perantau. 

Merantau ke ibukota (yang sebentar lagi mungkin berubah status) membuatku jauh dari keluarga di Surabaya. Apakah aku sedih dengan keputusan itu. Tidak. Pergi ke Jakarta adalah salah satu keputusan terbaik yang aku ambil dalam hidup. Namun, setiap keputusan selalu lengkap dengan konsekuensinya.

Mudik kemarin, menurutku adalah periode mudik terberat secara batin bagiku. Ada rindu yang sepertinya tidak tuntas ditunaikan. Masih ingin lama memeluk mama. Masih ingin lama bermain dengan keponakan. Masih ingin lama bertengkar manis dengan saudara. Rindu yang tak tertuntaskan dan aku harus kembali ke Ibukota dan menyudahi sukaria mudik. 

Rindu yang nantinya akan kupupuk, hingga pertemuan lagi di masa mendatang. Tapi kapan? Akankah periode mudik mendatang? Masihkah aku ada usia sampai di masa itu? Jika usiaku hanya sampai malam ini saja, lantas bagaimana aku menuntaskan rindu? 

Mudik yang penuh sukaria saat hari pertama tiba, akan berubah penuh sedih dan airmata jika saatnya kembali pulang. Begitu saja terus hingga rindu akan terus tak tuntas ditunaikan. 

Continue reading Rindu yang Tak Tertuntaskan

Thursday, May 2, 2024

Rumah yang Kita Semogakan


Ruang itu penuh sesak dengan barang. Menyisakan sedikit ruang untuk penghuninya bergerak dan tidur. Seorang ibu nampak menggelar kasur lipat. Dua anak balita nampak mematung menunggu sang ibu selesai. Ibu itu melihat ke atap rumahnya.


"Sini nak dekat ibu. Ibu jagain biar kakak dan abang gak kena hujan," wajah penuh kasih itu mencoba menepis kerisauan anaknya. Ia memeluk mereka berdua dan mengajak buah hatinya berdoa "Ya Allah semoga suatu hari nanti, Ibu, kakak, abang diberikan kesehatan, rezeki yang berkah, rumah nyaman dan lapang" Terdengar suara mengaminkan dari dua bocah itu.

***

Rania nampak sibuk dengan setumpuk berkas di mejanya. Ia tengah memeriksa dokumen yang nanti akan menjadi bahannya di ruang pengadilan. Telepon di mejanya berbunyi, terdengar suara sekretarisnya di seberang. 

Iapun bergegas membereskan berkas berkasnya dan berjalan tergesa keluar ruangan. 

Kemudian ia teringat sesuatu. Diambilnya gawainya dan mengirim pesan pada seseorang

***

Rania dan Bayu menuntun ibunya turun dari mobil. Ibu menangis melihat megahnya rumah di hadapan mereka. Ibu berhasil membesarkan dua anak yang hebat, Rania kini adalah seorang pengacara muda ternama, sementara Bayu adalah seorang pengusaha sepatu sukses.

"Ibu jangan menangis, rumah ini adalah jawaban dari semua doa ibu setiap malam." Ucap Rania. Mereka bertiga kemudian tersenyum dan berpelukan.



#Meinulis

#MeinulisDay02

Continue reading Rumah yang Kita Semogakan

Wednesday, May 1, 2024

Kuli Batu itu Satu Pintu Surgaku

Arni nampak terbangun dari tidurnya dengan panik. Meraih jam yang ada di sisi kasurnya kemudian panik. "Yaaah telat ini. Harusnya tadi aku ga tidur lagi begitu sampai rumah." Gerutuan Arni terus berlanjut sampai dia siap dengan seragamnya dan berangkat sekolah. Ibunya pasti masih di puskesmas menemani bapak yang semalam mereka temukan di proyek dalam keadaan lemah.

Arni dan ibunya mendatangi proyek tempat bapaknya bekerja karena mendapat kabar dari mandor proyek bahwa bapaknya sakit. Mereka berdua berangkat ke Jakarta segera setelah mendapat telepon. Iya, bapak Arni adalah buruh bangunan di Jakarta. Beliau menjadi kulit angkut batu. 

Tapi, selama ini Arni tak pernah menceritakan pekerjaan bapaknya ke teman-temannya. Ia hanya menjelaskan kalau bapaknya dagang di Jakarta jika ada yang bertanya pekerjaan bapaknya. Saat itu Arni malu mengakui bapaknya adalah buruh bangunan yang pulang seminggu sekali dari Jakarta.

Namun, kejadian semalam mengubah semuanya. Ia melihat bagaimana bapaknya tetap bekerja keras meskipun kondisinya sakit parah. Arni memeluk ibunya dan menangis melihat bapaknya batuk parah dan nampak kurus sekali tak seperti biasanya.

"Pak, maafkan Arni. Harusnya Arni bangga punya bapak. Pulang pak, istirahat ya pak." Arni berkata sambil memeluk bapaknya dan menangis. Sejak malam itu Arni berjanji tidak akan malu memiliki bapak seorang buruh bangunan. 
Continue reading Kuli Batu itu Satu Pintu Surgaku