Bismillahirrahmanirrahim
3 tahun yang lalu, lepas subuh, neng, mama, adek, rino, anter papa pulang dari rumah sakit ke rumah. Dalam keheningan Ramadhan saat itu.
Waktu menjelang sahur di rumah sakit, dan tahu papa sudah pergi neng cuma diem. Shock. Ga percaya. Di rumah sakit kala itu, setetes air matapun ga keluar dari mata neng. Karena neng ga pernah menyangka akan kehilangan papa begitu cepat. Satu satunya lelaki yang tulus menyayangi neng dengan semua keburukan, kelemahan, dan kekurangan neng.
Sampai berbondong bondong orang datang ke rumah pun, melihat begitu banyaknya orang yang mengantar kepergian papa, kesadaran neng belum penuh. Sampai sinyal bumi memantik kesadaran neng, saat melihat papa dibaringkan dengan kain kafan dan ditutup kain batik. Neng baru sadar, neng sudah kehilangan papa selamanya.
Di titik itu neng hancur lagi, bertahun tahun neng hanya fokus pada diri sendiri. Kemudian fokus pada sakit hati dan hancurnya mental neng karena perpisahan waktu itu. Sampai akhirnya saat itu neng sadar, selama ini neng selalu hanya nenikirkan diri sendiri. Semua orang hanya memikirkan neng, termasuk papa dan mama. Bagaimana neng bisa bangkit dari keterpurukan saat itu.
Setelah bangkit, neng pikir masih punya banyak waktu untuk membahagiakan mereka. Membangun kembali bata impian neng. Dan membuat papa mama bangga memiliki neng sebagai putri sulungnya.
Tapi saat itu, semuanya runtuh. Lagi lagi saya hancur dan terpuruk. Neng masuk rumah sakit sesaat setelah papa dimakamkan. Drop. Bahkan, saat di rumah sakit, entah berapa kali neng berpikir untuk mengakhiri hidup. Satu cerita yang bahkan neng ga pernah utarakan ke siapapun. Saat itu neng sudah di titik menyerah, marah, namun di saat yang sama sudah tidak punya daya untuk melanjutkan hidup.
Neng marah sama Allah SWT kenapa sampai harus mengambil semua orang yang neng sayang. Kehilangan suami dan sekarang kehilangan papa. Saat itu neng berpikir, kalau memang Allah SWT segitu bencinya dan murkanya sama neng, kenapa ga sekalian matiin aja neng.
Padahal sesaat sebelum papa pergi, neng yang masuk rumah sakit, neng yang dioperasi, papa yang menguatkan neng saat itu. Papa dan mama orang pertama yang neng lihat saat kesadaran neng pulih pasca operasi. Dan kali itu lagi lagi neng masih bikin papa menangis.
Ah masa masa itu, sepeninggal papa, adalah masa masa terkelam dalam hidup neng. Neng begitu marahnya dengan keadaan, sampai secara ga sadar neng menghancurkan diri sendiri dengan masuk ke dunia yang... ah neng bahkan tak tahu mendeskripsikannya seperti apa.
Butuh waktu lama untuk membuat neng tersadar, dan kembali menata diri. Mengejar ketertinggalan di hidup neng, yang selepas papa pergi makin oleng. Dari segala aspek. Ibarat keluarga kami kehilangan nahkodanya, kemudian terhantam badai jadi kami terombang ambing tak jelas arah.
Bahkan sampai detik ini, semua sudah tidak sama lagi tanpa papa. Dalam waktu tiga tahun dari papa pergi, hidup neng berubah 180°. Bahkan sekarang, kamu harus kehilangan rumah rumah peninggalan papa. Neng baru sadar semua apa yang papa katakan, dan memahaminya sekarang.
Gak, neng menuliskan ini semua tidak untuk menyebarkan aib keluarga. Atau menjual kisah sedih. Tapi, andai saja waktu bisa diputar ulang pa. Andai saja. Neng akan mengiyakan semua permintaan papa. Neng akan nurut semua apa yang papa minta. Karena pedihnya kehilangan papa bukanlah yang paling menyakitkan buat neng, tapi sadar bahwa selama neng hidup menjadi manusia dewasa neng terlalu pongah untuk memilih jalan hidup yang menurut neng benar. Tanpa sedikitpun menuruti permintaan papa saat itu. Memilih kuliah, memilih jodoh, memilih pekerjaan. Andai saja semua masih bisa diulangi Pa, neng mau mempercepat kedunguan neng dan segera sadar untuk memakai sedikit waktu yang neng punya untuk membahagiakan papa dan mama.
Tapi, ga gitu kan pa caranya. Neng harus kehilangan papa untuk sadar.
Kalau papa di sana melihat neng saat ini menulis ini semua dengan berderai air mata, neng cuma mau bilang "Neng gak apa apa pa, neng baik baik saja. Neng bisa tekan semua ego dan harga diri neng, dan memulai lagi dari titik minus. Karena neng anak papa Saerani Nyoman Wastrani. Seorang pelaut abk kapal, yang tangguh, hebat, pinter masak, punya prinsip hidup yang luar biasa, menempatkan kepentingan kami anak anaknya di atas kepentingannya. Papa tenang di sana pa, neng ga akan berbuat hal bodoh lagi dalam hidup. Neng akan memperbaiki semuanya, insyaAllah"
3 tahun tanpa papa, adalah 3 tahun terkelam dalam hidup neng. Tapi insyaAllah neng sudah bangkit lagi pa. Untuk mama. Untuk adek. Untuk hidup neng.
Al Fatihah.