Harga dari Nirempati & Kesombongan
Mereka yang tumbuh dan menua dengan trauma peristiwa 1965 atau 1998 yang kebetulan masih hidup di masa ini pasti tidak akan menyangka akan menjadi saksi atas peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Gelombang demonstrasi, protes dari semua elemen rakyat, mahasiswa, buruh, driver ojok, pelajar, ibu ibu. Hampir semua turun ke jalan.
Demonstrasi yang kemudian melebar menjadi aksi perusakan fasilitas umum dan penjarahan rumah pejabat yang menurut saya sudah bukan lagi dilakukan oleh para demonstran yang mengawali gerakan ini sebelumnya. Penyusup dan provokator mengambil kesempatan untuk membuat situasi makin liar dan tidak terkendali.
Korban berjatuhan. Hilang nyawa. Amarah makin berkobar.
Coba kita runut sebentar ke belakang. Api ini membesar dari mana sih bermula? Tidak mungkin tentunya jika tidak ada penyulutnya. Karena siapa sih yang mau demonstrasi saat negara dan kehidupan dalam keadaan baik-baik saja? Coba dipikirkan. Iya, hanya ada 2 hal yang mendasarinya menurut saya. Pejabat dan pemerintah yang Nirempati dan sombong.
Di tengah situasi ekonomi yang tidak baik, pekerjaan susah didapat, penjualan berkurang, banyak pengangguran dan PHK, efisiensi di banyak program pemerintah. Muncul narasi tambahan tunjangan ini itu oleh anggota DPR. Ditambah dengan tingkah arogan oleh oknum anggota DPR, tak perlu saya sebut nama lah. Munculnya video joget joget sementara banyak rakyat menderita pun menyulut kemarahan makin menyala. Hal ini menyulut kemarahan publik di tengah kinerja pemerintahan yang masih dinilai belum maksimal.
Tapi tahu apa hal baik dari yang terjadi saat ini? Kalau selama ini yang kita tahu rakyat takut pada pemerintah. Saat ini kita bisa lihat merekalah yang takut pada kita. Karena seharusnya memang demikian bukan? Mereka wakil rakyat, pelayan rakyat, dan bawahan rakyat. Kita lah yang memiliki daulat untuk menentukan arah bangsa ini akan ke mana. Karena itu, kita harus jadi rakyat yang cerdas dan punya hati nurani serta kepekaan. Setelah ini, jangan lengah lagi, jangan mau diiming imingi seliter beras dan 50 ribu jika memilih bawahan rakyat. Sepakat?