Sunday, September 28, 2025

Belajar Tentang Hidup dari (yang katanya) Novel Komedi ; Ulasan Timun Jelita volume 2


Timun Jelita vol 2 || Raditya Dika  || Gagas Media ||  Cetakan Pertama, 2025 || 230 halaman 

Rate : 5/5 ⭐


Menemukan cinta berari menemukan siapa yang bisa menerima keanehan diri kita. Cinta berarti kerelaan menerima itu. 

Timun Jelita - Raditya Dika 



Jika ada kata kata don't judge book by its cover, maka untuk novel satu ini perlu disematkan dong judge book by its genre. Sungguh tidak diduga saat membaca novel yang katanya novel komedi ini, saya dibuat nangis haru dan tertampar berkali-kali.

Novel Timun Jelita volume 2 ini masih berkisah tentang kehidupan pria usia 40 tahunan bernama Timun yang tengah menghidupi impiannya bermain band. Ia bersama sepupunya Jelita lantas membuat grup band Timun Jelita. Sama seperti di volume sebelumnya, volume kedua ini tetap menceritakan pengalaman Timun dan Jelita merintis band Timun Jelita. 

Bagaimana Timun dan Jelita mengembalikan gairah bermusik mereka setelah EP pertama mereka terbilang sukses.  Bagaimana proses kreatif mereka dalam menciptakan logika. Jatuh bangunnya merintis band baru yang leadernya adalah bapak bapak usia 40 tahun. Oh ya, ada juga cerita tentang Robert, manager Timun Jelita yang sering kali masalahnya menjadi sumber inspirasi lagu Timun Jelita. 

Tapi yang menarik, novel yang katanya komedi ini banyak banget ngasih insight tentang kehidupan. Cerita Slice of Life di novel ini sangat berasa menyentuh di beberapa kisah di tiap bab ceritanya. Tokoh-tokoh di novel ini secara tidak langsung memberikan insight ke pembaca jika kita berada di situasi tidak baik-baik saja, atau ketika ada orang lain melakukan hal buruk pada kita, yang terpenting dalam kondisi seperti itu adalah respon yang kita keluarkan. Yang bisa kita kendalikan adalah apa yang ada di diri kita.

Ada satu momen membaca yang membuat saya terharu bahkan menangis, yaitu ketika momen Timun tersadar ia hampir kehilangan sesuatu yang penting dalam hidupnya demi mengejar sesuatu yang dibilang impiannya. Dia hampir kehilangan semuanya, karir bermusiknya, relationshipnya dengan Jelita, hubungannya dengan istrinya, bahkan dengan dirinya sendiri.  

Salah satu quote yang menurut saya menarik adalah "Bahaya, kalau kita hanya fokus ke hasil, Timun. Gak akan bahagia... Fokus ke usahanya. Kebahagiaan harus dari ketika lagi berusaha."

Novel yang katanya komedi ini berhasil mengacak-acak emosi saya saat membaca. Kadang ketawa, kadang sedih, kadang termenung berpikir, kadang nangis, terus ketawa lagi. Beneran seperti hidup kan. Tidak selalu baik-baik saja, kadang ada juga shit happen terjadi, tapi ya tetap harus dinikmati perjalanannya. Namanya juga hidup. 

Apakah novel ini bisa dibaca stand alone tanpa membaca volume pertama, jawabannya bisa tetapi jika kita ingin mengetahui universe berpikir dan alasan Timun membuat keputusan menghidupin impiannya sebagai pemain band, kalian perlu membaca Timun Jelita volume pertamanya. 

Novel ini bisa banget dibaca untuk kamu yang ingin cerita komedi yang fresh, tidak hanya lucu, tapi menawarkan value yang lebih dalam. Yeoreobun Timun Jelita laneun chaeg-eul ilg-eoboseyo.




Saturday, September 20, 2025

Membaca Kembali Laut Bercerita dengan Perspektif Kekinian



Laut Bercerita || Leila S Chudori || @bukugpu ||  Cetakan keseratus, 2025 || 338 halaman 

Rate : 5/5 ⭐

Dan yang paling berat bagi semua orangtua dan keluarga aktivis yang hilang adalah: insomnia dan ketidakpastian.

Membaca Laut Bercerita di tahun 2025 ini merupakan pembacaan saya kesekian kalinya. Mengapa saya berniat mengulang kembali selain karena tahun ini menandai terbitnya cetakan ulang ke 100 novel Laut Bercerita, tapi juga saya merasa kondisi kekinian di negara ini seakan membawa kembali ingatan pada latar waktu dan sosial penulisan novel ini. 

Novel Laut Bercerita karya Leila S Chudori ini satu dari banyak karya sastra Indonesia yang merekam dan mengisahkan peristiwa di seputaran tahun kelam tragedi 1998, sebelum dan sesudahnya. Di novel ini, mengisahkan tentang aktivis-aktivis mahasiswa yang ditangkap karena dianggap membelot dan ingin menggulingkan kekuasaan Soeharto saat itu. Biru Laut, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, Naratama, Bram, Narendra Jaya, Kasih Kinanti, Gala Pranaya, dan Anjani. Sekelompok aktivis mahasiswa ini rutin melakukan diskusi bahkan aksi nyata melawan tindakan represif aparat dan juga pemerintahan order baru. 


Menurut saya, ada dua kekuatan novel ini. Pertama latar peristiwa sejarah yang diangkat dalam novel ini membuat faktor kedekatan dengan pembaca dari era manapun. Kedua, penulis berhasil membuat penggambaran detail baik tokoh, peristiwa, adegan, latar. Sehingga kalopun pembaca tidak berada di masa masa gelap itu, energi dan pesannya itu bisa tersampaikan. 

Selain itu, penulis berhasil menyajikan gaya bercerita yang berbeda dari dua POV yang berbeda pula. POV Biru Laut dan POV Asmara Jati. Kedua POV ini menunjukkan bahwa baik yang hilang dan kehilangan masing-masing adalah korban yang memiliki kepahitannya masing-masing. 

Dan seperti yang saya tuliskan di awal, keadaan kekinian di negara ini sepertinya jika dilihat kembali masih relate dengan cerita-cerita di Laut Bercerita. Bagaimana aktivis ditangkapi karena dianggap menyebarkan ideologi sesat dan anarkisme, buku-buku disita dan dijadikan barang bukti tindakan makar, aktivis atau warga yang masih hilang atau sengaja dihilangkan, ketidak adilan ekonomi dan ketimpangan sosial juga terlihat di mana-mana.

Hal lain yang membuat novel cetakan ulang keseratus ini menjadi menarik adalah adanya catatan di akhir yang menggambarkan proses kreatif penulis. Bagaimana pembentukan karakter, timeline cerita, dan pembangunan konflik. Semua dibongkar di akhir halaman.

Meskipun tersendat sendat membacanya karena emosional, novel ini masih patut dan harus dibaca oleh banyak orang. Untuk kamu yang mau tahu apakah bangsa ini sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya atau bahkan mengalami kemunduran, silakan baca Laut Bercerita. 



Monday, September 1, 2025

Harga dari Nirempati & Kesombongan


Harga dari Nirempati & Kesombongan

Mereka yang tumbuh dan menua dengan trauma peristiwa 1965 atau 1998 yang kebetulan masih hidup di masa ini pasti tidak akan menyangka akan menjadi saksi atas peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Gelombang demonstrasi, protes dari semua elemen rakyat, mahasiswa, buruh, driver ojok, pelajar, ibu ibu. Hampir semua turun ke jalan. 

Demonstrasi yang kemudian melebar menjadi aksi perusakan fasilitas umum dan penjarahan rumah pejabat yang menurut saya sudah bukan lagi dilakukan oleh para demonstran yang mengawali gerakan ini sebelumnya. Penyusup dan provokator mengambil kesempatan untuk membuat situasi makin liar dan tidak terkendali. 

Korban berjatuhan. Hilang nyawa. Amarah makin berkobar. 

Coba kita runut sebentar ke belakang. Api ini membesar dari mana sih bermula? Tidak mungkin tentunya jika tidak ada penyulutnya. Karena siapa sih yang mau demonstrasi saat negara dan kehidupan dalam keadaan baik-baik saja? Coba dipikirkan. Iya, hanya ada 2 hal yang mendasarinya menurut saya. Pejabat dan pemerintah yang Nirempati dan sombong. 

Di tengah situasi ekonomi yang tidak baik, pekerjaan susah didapat, penjualan berkurang, banyak pengangguran dan PHK, efisiensi di banyak program pemerintah. Muncul narasi tambahan tunjangan ini itu oleh anggota DPR. Ditambah dengan tingkah arogan oleh oknum anggota DPR, tak perlu saya sebut nama lah. Munculnya video joget joget sementara banyak rakyat menderita pun menyulut kemarahan makin menyala. Hal ini menyulut kemarahan publik di tengah kinerja pemerintahan yang masih dinilai belum maksimal. 

Tapi tahu apa hal baik dari yang terjadi saat ini? Kalau selama ini yang kita tahu rakyat takut pada pemerintah. Saat ini kita bisa lihat merekalah yang takut pada kita. Karena seharusnya memang demikian bukan? Mereka wakil rakyat, pelayan rakyat, dan bawahan rakyat. Kita lah yang memiliki daulat untuk menentukan arah bangsa ini akan ke mana. Karena itu, kita harus jadi rakyat yang cerdas dan punya hati nurani serta kepekaan. Setelah ini, jangan lengah lagi, jangan mau diiming imingi seliter beras dan 50 ribu jika memilih bawahan rakyat. Sepakat?