Laut Bercerita || Leila S Chudori || @bukugpu || Cetakan keseratus, 2025 || 338 halaman
Rate : 5/5 ⭐
Dan yang paling berat bagi semua orangtua dan keluarga aktivis yang hilang adalah: insomnia dan ketidakpastian.
Membaca Laut Bercerita di tahun 2025 ini merupakan pembacaan saya kesekian kalinya. Mengapa saya berniat mengulang kembali selain karena tahun ini menandai terbitnya cetakan ulang ke 100 novel Laut Bercerita, tapi juga saya merasa kondisi kekinian di negara ini seakan membawa kembali ingatan pada latar waktu dan sosial penulisan novel ini.
Novel Laut Bercerita karya Leila S Chudori ini satu dari banyak karya sastra Indonesia yang merekam dan mengisahkan peristiwa di seputaran tahun kelam tragedi 1998, sebelum dan sesudahnya. Di novel ini, mengisahkan tentang aktivis-aktivis mahasiswa yang ditangkap karena dianggap membelot dan ingin menggulingkan kekuasaan Soeharto saat itu. Biru Laut, Daniel Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, Naratama, Bram, Narendra Jaya, Kasih Kinanti, Gala Pranaya, dan Anjani. Sekelompok aktivis mahasiswa ini rutin melakukan diskusi bahkan aksi nyata melawan tindakan represif aparat dan juga pemerintahan order baru.
Menurut saya, ada dua kekuatan novel ini. Pertama latar peristiwa sejarah yang diangkat dalam novel ini membuat faktor kedekatan dengan pembaca dari era manapun. Kedua, penulis berhasil membuat penggambaran detail baik tokoh, peristiwa, adegan, latar. Sehingga kalopun pembaca tidak berada di masa masa gelap itu, energi dan pesannya itu bisa tersampaikan.
Selain itu, penulis berhasil menyajikan gaya bercerita yang berbeda dari dua POV yang berbeda pula. POV Biru Laut dan POV Asmara Jati. Kedua POV ini menunjukkan bahwa baik yang hilang dan kehilangan masing-masing adalah korban yang memiliki kepahitannya masing-masing.
Dan seperti yang saya tuliskan di awal, keadaan kekinian di negara ini sepertinya jika dilihat kembali masih relate dengan cerita-cerita di Laut Bercerita. Bagaimana aktivis ditangkapi karena dianggap menyebarkan ideologi sesat dan anarkisme, buku-buku disita dan dijadikan barang bukti tindakan makar, aktivis atau warga yang masih hilang atau sengaja dihilangkan, ketidak adilan ekonomi dan ketimpangan sosial juga terlihat di mana-mana.
Hal lain yang membuat novel cetakan ulang keseratus ini menjadi menarik adalah adanya catatan di akhir yang menggambarkan proses kreatif penulis. Bagaimana pembentukan karakter, timeline cerita, dan pembangunan konflik. Semua dibongkar di akhir halaman.
Meskipun tersendat sendat membacanya karena emosional, novel ini masih patut dan harus dibaca oleh banyak orang. Untuk kamu yang mau tahu apakah bangsa ini sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya atau bahkan mengalami kemunduran, silakan baca Laut Bercerita.
0 comments:
Post a Comment