Tuesday, February 6, 2024

,

5 Stage of Grief dalam Kumpulan Puisi Kamu Tidak Istimewa karya Natasha Rizky

Kamu Tidak Istimewa || Natasha Rizky || Elex Media || Baca di @gramediadigital || Januari 2024 || 104 halama

Rate : 5/5 ⭐

Teruntuk kamu ,

Kita ini tidak istimewa.

Bukan satu satunya.

Dia mengurus seluruh Makhluk-Nya.

Dia menguji khalayak yang bertakwa.

Membaca kumpulan tulisan Natasha Rizky atau yang kerap dipanggil Caca ini seperti membaca kehidupan dari kacamatanya dan responnya terhadap apa yang terjadi. Kamu Tidak Istimewa yang terbit di awal 2024 ini seolah seperti rekam jejak hidup Caca beberapa waktu terakhir.

Disebut puisi tapi narasinya sangat kuat dengan kelugasan bahasa yang dipilih Caca. Tapi tentu tak bisa menyebut karya ini sebagai prosa. Karena tak memenuhi kaidah-kaidahnya. Jadinya saya akan menyebutnya sebagai puisi naratif. Bab tentang bahasan puisi naratif mari kita bicarakan lain waktu.

Terlepas karya ini harusnya masuk kategori mana, sungguh tulisan tulisan di dalam Kamu Tidak Istimewa (KTI) begitu indah. Indah dalam kesederhanaan dan kelugasan. Benar-benar mencerminkan ini adalah Caca dan bagaimana ia merespon peristiwa yang terjadi di hidupnya dan sekelilingnya. 

KTI terbagi menjadi tiga bagian, Perasaan, Realitas, Istimewa?. Kalau saya membacanya ini juga mewakili lima stage dari five stage of grief. 

Perasaan menggambarkan emosi Caca yang masih "meledak" tapi teredam oleh keadaan. Pada bab ini terlihat munculnya stage denial, anger, dan depression. Misal dalam puisi berjudul Cepat Lupa

...

Yang mana aku pernah merasakan kisah.

Yang akhirnya pergi tanpa diminta.

Aku kalut.

Atau dalam puisi berjudul Ruang Hijau 

...

Tadinya aku masih berharap.

Dia yang akan membangun narasi perjuangan.

Namun, kenyataannya...

Aku hanya memanjangkan angan-angan

Juga pada puisi berjudul Kamu Lalai 

...

Namun, manusia itu lalai akan lisannya.

Kau berlari sekuat tenaga.

Hingga tidak ada lagi suaramu.

Silam.

Tak perlu saya bahas lah latar peristiwa apa yang terjadi dalam hidup Caca sehingga terlahir dua karya di atas. Tapi terasa sekali fase fase denial, angry dan depression dalam narasi narasinya.

Kemudian di bab kedua, Realitas, terdapat puisi puisi yang menarasikan berada di stage bargaining. Sebenarnya narasi dalam stage ini juga muncul di beberapa puisi di bab awal. Namun, lebih banyak ditemukan di bab Realitas. Seperti, puisi berjudul Aduh.

...

Biar tak berbalas, tetapi cinta takkan jenuh. 

Walau nyatanya, "Aduh"

Atau di judul Belum Selesai

---

Meratapi, memandang

Menimang, memikirkan...

Air mata dipaksa tumpah.

Terus begitu hingga mengerti.

Yang dirasakan di stage ini, narasi "mulai menerima" realitas atau keadaan saat itu mulai muncul. Meskipun masih terlintas "mengapa begini" "harusnya begitu". 

Masuk di bab terakhir Sempurna?. Di bab ini, beberapa puisi menyiratkan acceptance dan penghambaan kepada Sang Pencipta. Ketika di saat tertimpa masalah, kita cenderung sibuk merasa kuat dan mampu menyelesaikan sendiri masalah itu. Padahal harusnya kita bisa saja bergantung pada sang Maha Kuasa, Allah SWT. 

Narasi ini muncul di beberapa puisi seperti pembuka puisi di bab ini Bagaimana ya? 

---

Kenapa harus repot dengan premis sendiri?

Kita kan bodoh

Sudah minta tolong? 

Belum benar benar pasti

Narasi yang sama muncul di puisi Dia Tidak Akan Zalim

---

Beliau berkata,

"Jika yang ditempuh adalah kreator semesta maka setidaknya kamu tidak akan hancur"

Juga pada puisi Terbukti Valid di halaman 73. 

Nah, dari semua bedahan dan tafsiran di atas. Kita bisa melihat perjalanan emosional dan spiritual penulis. Dengan tutur bahasa sederhana namun tetap dapat menjadi peluru yang mencabik cabik rasa saat membacanya. 


Karya Caca kali ini menurut saya dilahirkan dari proses yang jujur menangkap apa yang terjadi sehingga mampu lahir sebagai tulisan tulisan indah. Kamu tidak akan menyesal membacanya. Karena pasti mendapatkan insight positif setiap membaca bait demi bait dan judul demi judul.

Selamat Membaca

Nunna 💜



0 comments:

Post a Comment